Berbicara
mengenai pengertian pers, kita akan membagi pengertian pers dalam dua
bagian, yaitu pengertian pers secara umum dan menurut para ahli.
A. Pengertian Secara Umum
Kata pers
berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press.
Press dalam bahasa Latin, pressare yang berarti tekan atau cetak. Secara
harfiah pers berarti cetak dan secara istilah berarti penyiaran yang
dilakukan secara tercetak.
B. Pengertian Menurut Para Ahli
1) Menurut L. Taufik, seorang ahli jurnalistik, pers adalah
usaha-usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan
anggota-anggota masyarakat terhadap penerangan, hiburen, keinginan
mengetahui peristiwa-peristiwa, atau berita-berita yang telah atau akan
terjadi di sekitar mereka khususnya dan di dunia umumnya.
2) Menurut Weiner, seorang ahli jurnalistik, pers memiliki tiga
arti. Pertama, wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau peliputan.
Ketiga, mesin cetak-naik cetak.
3) Menurut Oemar Seno Adji, seorang pakar komunikasi, pengertian
pers dibagi dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, pers
mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita
dengar jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah semua media
komunikasi massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, balk
dengan kata-kata tertulis maupun kata lisan.
4) Menurut J.C.T. Simorangkir, seorang tokoh hukum, pers dibedakan menjadi dua pengertian sebagai berikut.
a. Pers dalam arti sempit, artinya hanya terbatas pada pers cetak, yaitu surat kabar, majalah, dan tabloid.
b. Pers dalam arti luas, yaitu meliputi segala penerbitan,
bahkan termasuk pers elektronik, siaran radio, dan siaran televisi.
5) Menurut Mc. Luhan, dalam bukunya Understanding Media mengemukakan pers sebagai the extended of man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada momen yang bersamaan.
Pers diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Dalam undang-undang
tersebut pers diartikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik.
2. Ciri-Ciri Pers
Berdasarkan pengertian pers seperti diuraikan di depan, pers memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri pers seperti berikut.
a. Periodesitas, artinya pers harus terbit secara teratur dan
periodik. Periodesitas mengedepankan irama terbit, jadwal terbit, dan
konsistensi atau keajekan.
b. Publisitas, artinya pers ditujukan atau disebarkan kepada
khalayak dengan sasaran yang sangat heterogen, baik dari segi geografis
maupun psikografis.
c. Aktualitas, artinya informasi apa pun yang disuguhkan media
pers harus mengandung unsur kebaruan, menunjuk pada peristiwa yang
benar-benar baru atau sedang terjadi.
d. Universalitas, artinya memandang pers dari sumbernya dan keanekaragaman materi isinya.
e. Objektivitas, merupakan nilai etika dan moral yang harus
dipegang teguh olen surat kabar dalam menjalankan profesi
jurnalistiknya.
3. Fungsi Pers
Adalah
sebagai “watchdog” atau pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dni,
pembentuk opini dan pengarah agenda ke depan. Beberapa fungsi Pers
lainnya :
Fungsi
Informasi : menyajikan informasi karena masyarakat memerlukan informasi
tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat, dan Negara.
Fungsi
Pendidikan : sebagai sarana pendidikan massa (mass education), maka pers
situ memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
Fungsi
Hiburan : hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat pers untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang
berbobot. Hiburan dapat berupa cerpen, cerita bergambar, cerita
bersambung, teka-teki silang, pojok, karikatur.
Fungsi
Kontrol Sosial : adalah siukap pers dalam melaksanakan fungsinya yang
ditujukan terhadap perorangan atau kelompok dengan maksud memperbaiki
keadaan melalui tulisan. Tulisan yang dimaksud memuat kritik baik
langsung atau tidak langsung terhadap aparatur Negara, lembaga
masyarakat.
Fungsi
sebagai Lembaga Ekonomi : Pers adalah sebuah berusahaan yang bergerak di
bidang penerbitan. Pers memiliki bahan baku yang diolah sehingga
menghasilkan produk yang namanya “berita” yang diminatai masyarakat
dengan nilai jual tinggi. Semakin berkualitas beritanya maka semakin
tinggi nilai jualnya. Pers juga menyediakan kolom untuk iklan. Pers
membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidupnya.
Fungsi Menghubungkan atau Menjembatani (To Mediate) Di Indonesia kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat
Perkembangan Pers di Dunia.
Kegiatan
jurnalistik pertama dikenal dalam sejarah adalah bulletin Acta Diurna
artinya peristiwa harian pada masa romawi kuno abad 1 SM dengan
dipampang di alun-alun, sedangkan bulletin berita yang disebarkan kepada
kalayak ramai fitemukan di Cina sekitar tahun 750 M. Abad ke 15
penyebaran berita dengan cepat dan luas berkat ditemukannya mesin cetak
karya Johannes Gutenberg di Jerman. Mula-mula surat kabar hanya memuat 1
lembar saja dan berisi 1 berita, pada abad 16 dan 17 di Jerman, Belanda
dan Inggris surat kabar dan majalah dibuat dalam berbagai ukuran dan
lembar malahan pengaruhnya makin meluas bukan saja hanya berita tapi
juga berdampak pada politik. Jurnalisma pada abad ke 19 menjadi lebih
berpengaruh karena adanya metode produksi masal revolusi industri dan
meningkatnya angka melek huruf. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20
kantor-kantor berita memanfaatkan penemuan telegram untuk mengirim
berita secara cepat melalui kabel.
Perkembangan Pers di Indonesia.
Sejarah
pers di Indonesia baru dimulai pada abad ke 20 ketika Rd. Mas Tirto Adhi
Surjo menerbitkan mingguan Soenda Berita pada 17 Agustus 1903. Pada 1
Januari tahun 1907 Tirto dkk menerbitkan mingguan medan Prijaji dan
sering mengkritik korupsi serta pemborosan terhadap pejabat belanda
maupun pribumi, akibatnya dia sering dipenjara. Setelah merdeka harian
Mas Tirto yaitu Indonesia Merdeka yang dipimpin Mochtar Lubis sering
berbenturan dengan kebijakan politik dan penyelewengan- penyelewengan
pemerintah bahkan pada tahun 1954 Presiden Soekarno pernah dikritiknya.
Dr.H.Krisna Harapap membagi perkembangan kemerdekaan pers dalam 5 periode, yaitu :
Perkembangan Pers Pada Era Colonial
Seperti
dikemukakan di atas pers pada masa ini sering mengkritik pemerintah
kolonial sehingga pembredelan dan ancaman hukuman terhadap pers acap
kali terjadi, setelah proklamasi terjadi perebutan kekuasaan dalam
berbagai bidang termasuk pers seperti : Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja
(Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang). Pada bulan September 1945 pers RI
makin kuat dengan ditandai terbitnya Soeara Merdeka, Berita Indonesia,
Warta Indonesia dan The Voice of free Indonesia. Pada saat agresi
militer Belanda pers terbagi 2 yaitu yang terbit di kota dan desa, yang
di kota sering mengalami pembredelan dari pihak Belanda seperti Waspada,
Merdeka dan Mimbar umum sedangkan yang di desa antara lain Suara
Rakyat, Api Rakyat, Patriot dan Penghela Rakyat serta menara.
Di Zaman
pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar
(pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya
tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab
kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan
Beberapa
hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah
terjadi perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia
di Surabaya, Tjahajadi Bandung, dan Sinar Baroe di semarang.
Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar
Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia
Raya. Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan
Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.
Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada tahun
1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan merancang
aturan-aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU ini
tidak kelar-kelar, baru pada tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan
pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan pers yang ada di desa
dan kota bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang pleno
VI di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah
RI memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup
perlindungan pers, pemberian fasilitas yang dibutuhkan pers &
mengakui kantor berita Antara sebagai kantor beritanasional yang patut
memperoleh fasilitas dan perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia
pers dan penyediaan bahanbahan dan halaman pers ditambah serta diberi
kesempatan untuk memperdalam jurnalistik sehingga iklim pers saat ini
tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar berbahasa
Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun waktu 4
tahun setelah 1949.
Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Era
demokrasi terpimpin, adalah era kepemimpinan Suharto sebagai presiden
kedua setelah Sukarno. Era ini kebijakan pemerintah berpedoman pada
peraturan penguasa perang tertinggi (peperti) No.10/1960 & penpres
No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin tertib bagi setiap surat
kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah
melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan
daerah dilarang tertib serentak.
Perkembangan Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)
Pada masa
ini pembredelan dan pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada
102 kali pembredelan yaitu tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12
penerbitan dibredel terkait peristiwa malari tanggal 15 Januari 1974.
Pada saat itu Departemen penerangan seolah-olah menjadi pengawas di
Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi setiap surat kabar yang
ada. Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena terakhir dari
sejarah pers yang dibredel yaitu tahun 1994.
Perkembangan Pers Pada Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada
tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie
meninjau dan mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui
permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU pers lama dengan UU yang
baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers dan kebebasan
wartawan dalam memilih organisasi pers.
PERANAN PERS
Pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 disebutkan peran pers meliputi hal-hal berikut.
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Hal ini dilakukan
melalui transfer informasi dalam berbagai bidang (ekonomi, politik,
ekonomi, sosial, dan budaya).
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi.
c. Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM).
d. Menghormati kebhinekaan.
e. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
f. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kepentinga.1 umum. g.
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
Pasal 6 UU pers No 40 tahun 1999 tentang peranana pers mengatakan :
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,
Menegakan nilai-nilai demokrasi, mendorong penegakan supremasi hukum dan HAM, menghormati pluralism/kebhinekaan,
Mnengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat & benar,
Melakukan pengawasan ktiris, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,
Prinsip-Prinsip Pers
Demi eksistensi pers dalam menjalankan fungsi dan perannya, pers harus memperhatikan prinsip-prinsip berikui ini.
a. Idealisme, artinya cita-cita, obsesi, atau sesuatu yang terus
dikejar untuk dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan
menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh
masyarakat dan negara.
b. Komersialisme, artinya pers harus mempunyai kekuatan untuk
mencapai cita-cita dan keseimhangan dalam mempertahankan nilai-nilai
profesi yang diyakininya.
c. Profesionalisme, paham yang menilai tinggi keahlian profesional
khususnya atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk
mencapai keberhasilan.
Teori Pers
a. Teori Pers Otoritarian
Teori pers
otoritarian muncul pada masa iklim otoritarian, yaitu akhir renaisans
atau segera setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam masyarakat seperti
itu, kebenaran dianggap bukanlah hasil dari massa rakyat, melainkan dari
sekelompok kecil orang bijak yang berkedudukan membimbing dan
rnengarahkan pengikut-pengikut mereka. Jadi, kebenaran dianggap hama
diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan.
b. Teori Pers Libertarian
Dalam teori
libertarian, pers bukan instrumen pemerintah, melainkan sebuah alat
untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan
bagi banyak orang untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap
terhadap kebijaksanaannya.
c. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial
Teori ini
diberlakukan sedemikian rupa oleh sebagian pers.Teori tanggung jawab
sosial mempunyai asumsi utama bahwa kebebasan mengandung suatu tanggung
jawab yang sepadan. Pers harus bertanggung jawab kepada masyarakat dalam
menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dengan masyarakat
modern.
d.
Teori Pers Soviet Komunis Dalam teori pers Soviet,
kekuasaan itu bersifat sosial, berada pada orang-orang, sembunyi di
lembaga-lembaga sosial, dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan
masyarakat. Kekuasaan itu mencapai puncaknya jika digabungkan dengan
sumber daya alam, kemudahan produksi dan distribusi, serta saat
kekuasaan itu diorganisasi dan diarahkan
Kode Etik Jurnalistik
Kode
artinya tanda (sign) yang secara luas diartikan sebagai bangun simbolis.
Kode etik berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara universal
yang menjadi cita-cita setiap manusia. Kode etik yang berkaitan dengan
dunia pers adalah Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik
Jurnalistik adalah suatu kode etik profesi yang harus dipatuhi oleh
wartawan Indonesia. Tujuan terpenting suatu Kode Etik Jurnalistik adalah
melindungi hak masyarakat memperoleh infor masi objektif di media massa
dan memayungi kinerja wartawan dari segala macam risiko kekerasan.
Wartawan Indonesia menetapkan kode etik jurnalistik sebagai berikut:
a. Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beretikan buruk
b. Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
c. Pasal 3
Wartawan
Indonesia selalu menguji Informasi memberitakan secara berimbang tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas
praduga tak bersalah
d. Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
e. Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
f. Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
g. Pasal 7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
Asas-Asas Kode Etik Jurnalistik
Terdapat empat asas Kode Etik Jurnalistik. Keempat asas Kode Etik Jurnalistik tersebut sebagai berikut.
1) Profesionalitas, cirinya sebagai berikut.
a) Tidak memutarbalikkan fakta.
b) Berimbang, adil, dan jujur.
c) Mengetahui sesuatu yang privat dan sesuatu yang publik.
2) Nasionalisme, cirinya sebagai berikut.
a) Mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara.
b) Memperhatikan keselamatan dan kearnanan bangsa.
3) Demokrasi, cirinya sebagai berikut.
a) Harus cover both side (tidak berat sebelah).
b) Harus jujur dan berimbang.
4) Religius, cirinya sebagai berikut.
a) Menghormati agama dan kepercayaan lain.
b) Beriman dan bertakwa.
>>Landasan Hukum Pelaksanaan Kebebasan Pers di Indonesia
Landasan pelaksanaan kebebasan pers di Indonesia meliputi:
A. Landasan idiil
Landasan idiil dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah Pancasila.
B. Landasan konstitusional
Landasan
konstitusional pelaksanaan kebebasan pers adalah UUD 1945, yaitu yang
tertuang dalam pasal 28 dan 28 F UUD 1945. Pasal 28 UUD 1945 berbunyi
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28 F
UUD 1945 berbunyi “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyampaikan
informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia”.
C. Landasan Yuridis
Landasan
yuridis dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah UU No. 40 Tahun 1999
tentang Pers. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai beberapa
hal tentang kebebasan pers yaitu sebagai berikut:
a.
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yangf
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
b. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara.
c. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
D. Landasan Etis
Landasan
etis dari pelaksanaan kemerdekaan pers adalah tata nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat. Hal ini tentunya disesuaikan dengan lingkungan
masing-masing. Meskipun terdapat nilai dan norma yang berlaku
universal.
E. Landasan Profesional
Landasan professional pelaksanaan kebebasan pers adalah kode etik jurnalistik.
Evaluasi atas Kebebasan Pers di Indonesia.
1. Pengendalian Kebebasan Pers
Pengalaman sejarah Indonesia mengajarkan bahwa setidaknya ada 4 faktor terjadinya pengendalian kebebasan pers, yaitu melalui:
1). Distorsi peraturan perundang-undangan
2). Perilaku aparat
3). Pengadilan massa
4). Perilaku pers itu sendiri
Itu menurut pendapat (siregar, tt).
2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers
Bentuk-bentuk penyalahgunaan kebebasan pers kini bisa bermacam-macam, seperti:
1). Penyajian informasi yang tidak akurat.
2). Tidak objektif.
3). Sensasional
4). Tendensius.
5). Menghina
6). Menyebarkan kebohongan dan permusuhan
7). Pornografi.
Hak dan Kewajiban Pers
1. Hak tolak
2. Hak jawab
3. Pencabutan berita
Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa
1. Kebebasan Pers
Menurut S. Tasrif, seorang pengacara dan wartawan senior, untuk kondisi Indonesia ada tiga syarat kebebasan pers.
a.
Tidak ada lagi kewajiban untuk meminta surat izin usaha penerbitan pers
(SIUPP) bagi suatu penerbitan umum kepada pemerintah.
b.
Tidak ada wewenang pemerintah untuk melakukan penyensoran sebelumnya
terhadap berita atau karangan yang akan dimuat dalam pers. c.
Tidak ada wewenang pemerintah untuk memberangus suatu
penerbitan pada waktu tertentu atau selamanya, kecuali melalui lembaga
peradilan yang independen
Payung Hukum Pers di Indonesia
Dalam
menjamin kebebasan pers demi terwujudnya pers yang bebas dan bertanggung
jawab sesuai dengan ideologi dan kultur kebudayaan bangsa pemerintah
mengeluarkan beberapa peraturan berkaitan dengan oers sebagai berikut.
1.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 berkaitan dengan kebebasan berserikat
dan berkumpul (berkaitan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat). Dari
ketentuan pasal ini kemudian disusun undang-undang antara lain
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Penyiaran yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 yang mengatur tentang penyiaran yang berisi tentang KPI, jasa
penyiaran, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta,
perizinan, isi siaran, bahas siaran, sensor isi siaran dan sebagainya.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang aturan kebebasan Pers.
3.
KUHP berkaitan dengan penyalahgunaan kebebasan pers antara lain delik
penghinaan presiden dan wakil presiden (pasal 137), delik penyebaran
kebencian (pasal 154 dan 155), delik penghinaan agama (pasal 156), dan
delik kesusilaan atau pornografi (pasal 282).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar